Selain ke Afrika Selatan, Panja Pramuka DPR RI juga mengadakan studi banding ke Jepang dan Korea Selatan. Apa saja hasil yang didapat di dua negara yang dipilih karena gerakan kepramukaannya maju tersebut?
"Yang paling utama adalah kemandirian dalam mencari dana," ujar anggota Panja Pramuka DPR Hetifah Sjaifudian, kepada detikcom, Selasa (21/9/2010) malam.
Hetifah menjelaskan pramuka di dua negara tersebut menjual berbagai suvenir. Mereka juga menyewakan gedung dan fasilitas lainnya. Sehingga tidak terlalu bergantung pada pembiayaan dari pemerintah.
"Penjualan suvenir tersebut bisa menutupi sekitar 30 persen dari kebutuhan mereka. Memang masih ditunjang oleh iuran anggota," terang politisi Partai Golkar tersebut.
Selain itu Hetifah pun salut dengan komitmen anggota parlemen di sana untuk mendukung anggota pramuka. Di sana para anggota parlemen aktif mengikuti gerakan pramuka, bahkan tergabung dalam persatuan parlemen pramuka dunia.
"Sifatnya lintas komisi. Bisa bidang kepemudaan atau lingkungan hidup seperti konservasi dan menyelamatkan cagar budaya, bisa juga di komisi yang lain," terang dia.
Selain itu, pemilihan seragam pramuka di sana juga menjadi masukan bagi para anggota Dewan tersebut. Menurut dia, seragam pramuka di sana simpel dan nyaman. Selain itu juga disesuaikan dengan tingkatan pramuka tersebut.
"Kalau misalnya untuk SD itu lebih cerah. Kalau sehari-hari simpel," ujar Hetifah yang sempat membeli seragam pramuka ala negeri matahari terbit ini.
Namun pramuka di 2 negara tersebut juga mengalami permasalahan yang hampir sama dengan di Indonesia. Menurutnya, untuk tingkatan SD dan SMP, pramuka sangat diminati. Tapi untuk SMA, peminatnya turun.
"Mungkin karena di Jepang, setelah SMA masuk perguruan tinggi itu sulit sekali, jadi fokus pada pelajaran. Kalau di Korea usia 20 tahun kan sudah harus ikut wajib militer," terang dia.
Hetifah dan rombongan Panja Pramuka Komisi X DPR RI berangkat tanggal 14 hingga 16 September 2010. Mereka mengunjungi parlemen serta kwarnas Jepang dan Korea.
DPR Bisa Studi Banding dengan Rp17 Ribu Saja
Studi banding melalui internet jauh lebih murah.
VIVAnews - Panitia Kerja (Panja) RUU Keimigrasian akhirnya berangkat melakukan studi banding ke Inggris Selasa 21 September 2010. Tujuannya untuk mempelajari materi terkait keimigrasian.
Tindakan ini, menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, seolah mengabaikan kritik masyarakat terhadap wacana studi banding DPR yang dianggap merupakan pemborosan. Intinya, masyarakat mempertanyakan tingginya biaya, rendahnya capaian, dan tidak efektifnya pelaksanaan studi banding dalam proses perancangan dan pembahasan undang-undang.
Sesungguhnya studi banding tidaklah selalu berupa kegiatan kunjungan kerja ke luar negeri sebagaimana dipraktekkan oleh DPR selama ini. DPR, kata PSHK, seharusnya memprioritaskan metode studi banding dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada, misalnya dengan melakukan kajian via internet ataupun metode lain.
Model lain seperti diskusi videokonferensi dengan pihak yang kompeten di negara terkait atau mengundang para ahli berbicara di depan anggota DPR. Pembahasan rancangan undang-undang yang merupakan kerja bersama antara DPR dan Pemerintah ini juga dapat memanfaatkan jalur diplomatik yang ada, untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan.
Melalui internet, PSHK mencoba melakukan studi ringkas atas isu krusial dalam Rancangan Undang-undang Keimigrasian. "Kami mencoba untuk melakukan studi ringkas atas konsep “izin tinggal tetap” yang menjadi salah satu agenda studi banding yang dilakukan DPR," kata PSHK dalam rilis ke VIVAnews.
Biaya studi banding via internet ini, kata PSHK, hanya menelan dana Rp17.000 yang meliputi biaya akses internet dan kebutuhan teknis lainnya. Biaya ini hanya sebesar satu per seratus ribu (1/100000) dari biaya studi banding ke luar negeri yang bisa menghabiskan biaya hingga Rp1,7 miliar per sekali kunjungan ke sebuah negara. Dengan biaya yang jauh lebih murah, PSHK berhasil mendapatkan perbandingan mengenai topik izin tinggal tetap di 15 negara Eropa.
Hasil temuan PSHK didasarkan pada hasil penelitian Prof. Kees Groenendijk (Universitas Nijmegen Belanda) tentang implementasi konsep “denizenship” (warga negara asing pemegang izin tinggal tetap) di 15 negara Eropa, termasuk Inggris dan informasi dari situs internet yang memuat segala hal mengenai peraturan keimigrasian di Inggris.
"Hasil studi ringkas ini telah kami sampaikan kepada Tim Perumus pada 21 September 2010. Kami berharap contoh studi banding ringkas yang kami lakukan ini bisa memberikan gambaran sederhana pelaksanaan studi banding yang efektif dan efisien," kata PSHK.
Hasil "studi banding" ini, membuat PSHK mengharapkan DPR merombak metode studi banding dengan lebih mengutamakan penggunaan berbagai teknologi informasi yang tersedia. Studi banding dalam bentuk kunjungan ke luar negeri sebaiknya dijadikan alternatif terakhir.
"DPR harus memaksimalkan fasilitas dan infrastruktur yang tersedia antara lain perpustakaan DPR, jaringan database, dan jalur diplomatik sebelum memutuskan melakukan studi banding ke luar negeri. Kalaupun diperlukan adanya kunjungan, maka kami mendorong agar kunjungan kerja ini dilakukan oleh perwakilan tim pendukung/staf ahli, sehingga tidak perlu dilakukan oleh rombongan anggota DPR yang memakan biaya besar."
Kemudian, yang tak kalah penting, DPR mempublikasikan hasil temuan studi banding sebagai bentuk pertanggungjawaban DPR.
Selasa kemarin, sepuluh anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Keimigrasian terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju London, Inggris. Tim ini dipimpin politisi Golkar yang juga Wakil Ketua Komisi III, Aziz Syamsuddin.
Tim yang dipimpin Aziz dijadwalkan tiba di Bandara Heathrow, London, pada pukul 07.20, Rabu 22 September. Mereka menginap di Hotel Marriott di London. Lalu pada Rabu malam waktu setempat, mereka bertemu Kedutaan dan masyarakat Indonesia.
Pertemuan dengan Kementerian Hukum Inggris dijadwalkan pada Kamis 23 September, kemudian dilanjutkan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri pada hari yang sama. Kemudian, Jumat, bertemu UK Border Agency.
Barulah Sabtu, tim DPR kembali terbang ke Indonesia melalui Abu Dhabi.
Selain Aziz, tim ini beranggotakan Edi Sadeli, Himatul Aliyah Setiawaty, Setya Novanto, I Gusti Ketut Adhiputra, Adang Daradjatun, Yahdil Harahap, Ahmad Yani, Ahmad Kurdi Moekri, Desmon Junaidi Mahesa, Novianti dan Sumardi Tutu Killi Laba.
Studi banding melalui internet jauh lebih murah.
VIVAnews - Panitia Kerja (Panja) RUU Keimigrasian akhirnya berangkat melakukan studi banding ke Inggris Selasa 21 September 2010. Tujuannya untuk mempelajari materi terkait keimigrasian.
Tindakan ini, menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, seolah mengabaikan kritik masyarakat terhadap wacana studi banding DPR yang dianggap merupakan pemborosan. Intinya, masyarakat mempertanyakan tingginya biaya, rendahnya capaian, dan tidak efektifnya pelaksanaan studi banding dalam proses perancangan dan pembahasan undang-undang.
Sesungguhnya studi banding tidaklah selalu berupa kegiatan kunjungan kerja ke luar negeri sebagaimana dipraktekkan oleh DPR selama ini. DPR, kata PSHK, seharusnya memprioritaskan metode studi banding dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada, misalnya dengan melakukan kajian via internet ataupun metode lain.
Model lain seperti diskusi videokonferensi dengan pihak yang kompeten di negara terkait atau mengundang para ahli berbicara di depan anggota DPR. Pembahasan rancangan undang-undang yang merupakan kerja bersama antara DPR dan Pemerintah ini juga dapat memanfaatkan jalur diplomatik yang ada, untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan.
Melalui internet, PSHK mencoba melakukan studi ringkas atas isu krusial dalam Rancangan Undang-undang Keimigrasian. "Kami mencoba untuk melakukan studi ringkas atas konsep “izin tinggal tetap” yang menjadi salah satu agenda studi banding yang dilakukan DPR," kata PSHK dalam rilis ke VIVAnews.
Biaya studi banding via internet ini, kata PSHK, hanya menelan dana Rp17.000 yang meliputi biaya akses internet dan kebutuhan teknis lainnya. Biaya ini hanya sebesar satu per seratus ribu (1/100000) dari biaya studi banding ke luar negeri yang bisa menghabiskan biaya hingga Rp1,7 miliar per sekali kunjungan ke sebuah negara. Dengan biaya yang jauh lebih murah, PSHK berhasil mendapatkan perbandingan mengenai topik izin tinggal tetap di 15 negara Eropa.
Hasil temuan PSHK didasarkan pada hasil penelitian Prof. Kees Groenendijk (Universitas Nijmegen Belanda) tentang implementasi konsep “denizenship” (warga negara asing pemegang izin tinggal tetap) di 15 negara Eropa, termasuk Inggris dan informasi dari situs internet yang memuat segala hal mengenai peraturan keimigrasian di Inggris.
"Hasil studi ringkas ini telah kami sampaikan kepada Tim Perumus pada 21 September 2010. Kami berharap contoh studi banding ringkas yang kami lakukan ini bisa memberikan gambaran sederhana pelaksanaan studi banding yang efektif dan efisien," kata PSHK.
Hasil "studi banding" ini, membuat PSHK mengharapkan DPR merombak metode studi banding dengan lebih mengutamakan penggunaan berbagai teknologi informasi yang tersedia. Studi banding dalam bentuk kunjungan ke luar negeri sebaiknya dijadikan alternatif terakhir.
"DPR harus memaksimalkan fasilitas dan infrastruktur yang tersedia antara lain perpustakaan DPR, jaringan database, dan jalur diplomatik sebelum memutuskan melakukan studi banding ke luar negeri. Kalaupun diperlukan adanya kunjungan, maka kami mendorong agar kunjungan kerja ini dilakukan oleh perwakilan tim pendukung/staf ahli, sehingga tidak perlu dilakukan oleh rombongan anggota DPR yang memakan biaya besar."
Kemudian, yang tak kalah penting, DPR mempublikasikan hasil temuan studi banding sebagai bentuk pertanggungjawaban DPR.
Selasa kemarin, sepuluh anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Keimigrasian terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju London, Inggris. Tim ini dipimpin politisi Golkar yang juga Wakil Ketua Komisi III, Aziz Syamsuddin.
Tim yang dipimpin Aziz dijadwalkan tiba di Bandara Heathrow, London, pada pukul 07.20, Rabu 22 September. Mereka menginap di Hotel Marriott di London. Lalu pada Rabu malam waktu setempat, mereka bertemu Kedutaan dan masyarakat Indonesia.
Pertemuan dengan Kementerian Hukum Inggris dijadwalkan pada Kamis 23 September, kemudian dilanjutkan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri pada hari yang sama. Kemudian, Jumat, bertemu UK Border Agency.
Barulah Sabtu, tim DPR kembali terbang ke Indonesia melalui Abu Dhabi.
Selain Aziz, tim ini beranggotakan Edi Sadeli, Himatul Aliyah Setiawaty, Setya Novanto, I Gusti Ketut Adhiputra, Adang Daradjatun, Yahdil Harahap, Ahmad Yani, Ahmad Kurdi Moekri, Desmon Junaidi Mahesa, Novianti dan Sumardi Tutu Killi Laba.
sumber : • VIVAnews
homo banged!
BalasHapus